Rabu, 16 November 2011

TULISAN 2


ES TELER 77 PERUSAHAAN FRANCHISE PERTAMA ASLI INDONESIA

TUGAS PENGANTAR BISNIS (SOFTSKILL)

 
logo Es Teler 77
         Hanya bermodalkan satu juta rupiah dan nekat juga percaya diri, Murniati Widjaja membuka warung pertamanya dengan bernamakan Es Teler 77 pada tahun 1982 dengan dukungan suaminya, Trisno Budijanto. Angka 77 ini diberikan tanpa makna, tetapi angka tanpa makna inilah yang menghantarkan Murniati dan keluarga ke gerbang suksesnya.  Semua berawal dari kompetisi memasak dan membuat minuman tradisional Indonesia dengan menu es teler yang diselenggarakan oleh majalah Gadis dan PKK DKI Jakarta pada 1981.  Murniati pun memenangkan kompetisi ini. Dimulai dari sinilah, kepercayaan diri Murniati untuk membuka warung tenda sederhana di pelataran teras sebuah pertokoan (Duta Merlin, sekarang Carrefour Harmony) di kawasan Jakarta Pusat. Usaha ini ditangani langsung oleh Ibu Murniati sendiri bersama suaminya Trisno Budijanto, anak dan mantunya, Yenny Setia Widjaja dan Sukyatno Nugroho.
            Pada tahun 1987, Sukyatno Nugroho (menantu dari Murniati Widjaja) mewaralabakan Es Teler 77 yang dengan ini merupakan usaha makanan cepat saji asli Indonesia pertama yang menerapkan sistem waralaba. Sistem  franchise dari Es Teler 77 pertama dibuka di Solo, Jawa Tengah. Dari  awal perintisan Es Teler 77 ini hanya memiliki tidak lebih dari 5 karyawan hingga kini telah memperkerjakan kurang lebih 2000 karyawan  dengan 180 cabang franchisee di hampir seluruh provinsi di Indonesia.
Tak hanya di dalam negeri, Es Teler 77 telah go international ke Singapura dan Australia, masing-masing tiga outlet. "Kami sedang bersiap merambah Beijing dan Jeddah dengan mengikuti pameran di sana pada Mei ini," kata Anton yang merupakan generasi kedua dari bisnis ini. Merambah luar negeri, Anton menyatakan, telah mendaftarkan hak cipta merek dagangnya. "Penting untuk mengamankan terlebih dulu hak cipta untuk menghindari copy cat dan penyalahgunaan merek," ujarnya. Keinginan untuk go international Anton mengakui tidak berorientasi pada keuntungan. Tidak bisa dianggap profit centre, untuk survei ke luar negeri saja membutuhkan biaya yang banyak. Menginjakkan kaki ke Singapura dan Australia hanya untuk membangun merek. "Semacam visi tersendiri bahwa usaha kami bisa merambah global," kata Anton. Lagipula dengan menjual cita rasa khas Indonesia warga negara Indonesia yang hampir tersebar di seluruh dunia adalah sumber pelanggan utama. Ditambah dengan komunitas yang dibangun dengan masyarakat lokal, maka akan bertambah besar pula kemungkinan besarnya pelanggan. Selain itu, alasan memilih negara seperti Jeddah dan Beijing juga karena karakter selera yang tidak jauh berbeda. Kalau di Jeddah karena banyak yang umroh dan bekerja di sana, maka menjadi pasar yang cukup besar, permintaan di dua negara itu juga cukup banyak. Sedangkan Beijing, akan menjadi pasar yang menjanjikan mengingat karakter masakan di kawasan Asia akan mengglobal. "Lihat saja di mall-mall Indonesia, tidak hanya masakan Indonesia tapi juga ada masakan China, Thailand, atau Vietnam," ujarnya.
Walau sudah memiliki banyak cabang di hampir seluruh provinsi Indonesia, bahkan sekarang telah go international, Es Teler 77 tetap mementingkan kualitas dari pada makanan dan minuman yang dijajakan. Es Teler 77 menetapkan standar yang sama untuk semua outletnya. Sehingga bagi daerah yang tidak mempunyai sentral kitchen, bahan baku harus didatangkan dari Jakarta. Sedangkan sentral kitchen hanya ada di Jakarta dan Medan, serta satu di Singapura. "Hambatan terbesar ada dalam penyediaan bahan baku," katanya. Jadi daerah yang jauh dari sentral kitchen akan ada penambahan biaya distribusi. Anton mengaku penambahan biaya distribusi tidak dibebankan pada harga jual produknya."Tidak ada kenaikan harga secara otomatis, tapi kami menerapkan tiga level biaya dari yang rendah hingga yang tertinggi. Untuk daerah yang biaya distribusinya tinggi diterapkan level harga tertinggi," ujarnya.
Menu utama dari Es Teler 77 ini adalah es teler, bakso, dan mie ayam. "Itu menu-menu pertama kami," katanya. Seiring berjalannya waktu, menu-menu baru hasil kreasi sendiri mulai bermunculan, seperti siomay, pisang bakar, roti bakar, nasi goreng, ayam goreng, dan sop buntut.
Anton membagi sedikit resep bocoran bagi pemula bisnis waralaba. tidak terlalu sulit menjalankan bisnis waralaba ini, yang penting harus sadar bahwa konsep bisnis yang jelas merupakan faktor utama untuk dijual, dan kemudian harus fokus pada brand. Untuk fokus di brand yang sudah dibangun, perlu adanya standarisasi dalam produk. Usahawan juga harus mau mulai dari bawah dan bertahap untuk mendapatkan kesuksesan. "Yang lain, dipertajam dengan pelatihan-pelatihan," ujarnya.
Dalam waralaba yang Anton jalankan ini, ia sengaja membidik pasar untuk menengah ke bawah. Agar usahanya tidak terlalu suka buka di mall yang mahal biaya sewanya. Balik modal rata-rata terjadi dalam dua tahun. Berbeda-beda tergantung lokasinya. Kadang di daerah malah bisa setahun balik modal, karena di sana investasi masih murah dan belum banyak saingan.
Keuntungan – keuntungan dari usaha franchising bagi pemilik, diantaranya :
1. Pihak franchisor memiliki akses pada permodalan dan berbagi biaya dengan franchisee dengan resiko yang relatif lebih rendah.
2. Pihak franchisee mendapat kesempatan untuk memasuki sebuah bisnis dengan cara cepat dan biaya lebih rendah dengan produk atau jasa yang telah teruji dan terbukti kredibilitas mereknya. Sehingga anda tak perlu lagi mempromosikan produk baru yang biasanya tidak dilirik oleh pembeli karena biasanya para pembeli telah percaya dengan merek yang telah berkembang dengan system franchise.
3. Lebih dari itu, franchisee secara berkala menerima bantuan manajerial dalam hal pemilihan lokasi bisnis, desain fasilitas, prosedur operasi, pembelian, dan pemasaran.
            Dampak-dampak yang timbul dari usaha franchising ini terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia
a.   Dampak positif
Dampak positif dari adanya franchising ini adalah,
:membuka lapangan pekerjaan yang sangat besar bagi penduduk Indonesia,
:membantu atau merangkul  para pembisnis yang masih belum percaya diri dalam membuka usaha sendiri.
b. Dampak negatif
Dampak negatif yang timbul dari adanya franchising ini adalah,
: pembeli lebih memilih membeli pada di usaha waralaba yang telah memiliki nama, sehingga bagi yang belum memiliki nama atau pamor, akan kalah saing, dan menimbulkan   rasa takut bagi pemula yang ingin mengembangkan kreatifitasnya dan kemandiriannya dalam membuka usaha,
: akan terjadi monopoli merek dagang, karena sedikit persaingan.

sumber :




Tidak ada komentar:

Posting Komentar